KNPI Bali, Dilema Legalisasi Tajen: Melestarikan Tradisi atau Mendukung Legalisasi Perjudian
Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) Bali mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam wacana legalisasi tajen (sabung ayam) di Bali.
Ketua DPD KNPI Bali, Anak Agung Gde Utama Indra Prayoga SH, MH, menekankan pentingnya kajian akademik yang matang sebelum mengambil keputusan hukum terkait praktik tersebut.
“Tidak elok rasanya jika harus grasa-grusu dalam melegalkan tajen. Jika memang ingin dilegalkan, lebih baik dikaji terlebih dulu oleh eksekutif maupun legislatif. Harus ada kajian akademik yang konkret dan jelas,” tegas Gung Indra, sapaan akrabnya.
Ia juga menegaskan bahwa masyarakat perlu memahami perbedaan antara tajen sebagai hiburan dengan tabuh rah yang merupakan bagian dari upacara keagamaan Hindu Bali.
“Tabuh rah itu bagian dari upacara yadnya untuk menetralisir bhuta kala, sedangkan tajen adalah bentuk hiburan yang kerap disertai taruhan. Ini dua hal berbeda secara filosofi maupun pelaksanaannya,” ujarnya.
KNPI Bali mendorong agar segala bentuk regulasi disusun secara terstruktur, transparan, dan berpihak pada nilai budaya yang sejati, bukan pada kepentingan pragmatis jangka pendek.
Gung Indra juga menyoroti maraknya tajen derbi lintas provinsi di Bali yang dinilai kian menjauh dari akar budaya.
“Kita tidak ingin ada lagi korban dalam praktik perjudian tajen. Jika kita cinta Bali, mari bangun citra budaya yang positif bersama,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Keagamaan, Tradisi, dan Budaya DPD KNPI Bali, Dr. Putu Eka Sura Adnyana S.S., S.Ag., M.Hum., M.Ag, mengingatkan bahwa legalisasi tajen sebagai bentuk judi dan hiburan komersial akan membuka ruang abu-abu antara budaya dan komersialisasi destruktif.
“Tajen yang dilegalkan secara bebas berpotensi merusak tatanan masyarakat adat, bertentangan dengan nilai dharma dalam ajaran Hindu, dan jelas melanggar hukum positif negara,” katanya.
Dr. Eka Sura juga mengutip dua sloka dalam Manusmṛti 9.221 dan 7.50, yang secara tegas melarang perjudian sebagai tindakan adharma
Dyūtaṁ pāpam adharmaś ca krūrānṛtam asatyataḥ, tasmād dyūtam na seveta viśeṣeṇa dvijo naraḥ “Judi adalah dosa, bertentangan dengan dharma, penuh kekejaman dan kepalsuan;
karena itu, masyarakat tidak boleh terlibat dalam perjudian.”
“Dyūtaṁ samāhvayaṁ caiva rājā daṇḍena vārayet, tayor hi dharmo nāsty eva kṛtaṁ syād yatra vā kṛtam “Raja (Pemimpin) harus melarang permainan dadu atau taruhan dengan kekuasaan hukumnya, karena dalam keduanya tidak ada dharma (kebenaran), tak peduli siapa yang menang atau kalah.”
“Budaya Hindu Bali hanya melegitimasi tabuh rah jika dilakukan dalam konteks ritual yadnya. Di luar itu, praktik tajen lebih dekat dengan hasrat duniawi, dan tidak sejalan dengan dharma maupun hukum negara,” pungkasnya.