Setiap enam bulan sekali, atau 210 hari sekali umat Hindu dihadapkan pada satu hari suci yang disebut Tumpek Landep. Pada hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Pasupati.
Penyuluh Agama Hindu Kabupaten Konawe Selatan, Putu Dana Yasa menyampaikan telah banyak artikel, kajian bahkan video yang menjelaskan tentang hari suci Tumpek Landep. Keseluruhan dari kajian itu mengarahkan pada pemahaman yang sama bahwa Tumpek Landep tidak hanya hari suci untuk mengupacarai motor mobil ataupun kendaraan laiinya.
Dalam mempelajari/menghayati hari suci keagamaan Hindu, kita harus tahu dulu sumber sastranya. Sumber pokok yang membahas tentang hari-hari suci keagamaan Hindu terdapat dalam Lontar Sundarigama. Teks ini dulunya hanya digunakan oleh orang-orang yang mandalami spiritual, namun seiring berjalannya waktu digunakan juga oleh umat Hindu secara umum dalam meningkatkan sradha dan bhaktinya. Namun yang sampai dimasyarakat sejauh ini baru pada tingkat upacara/upakaranya saja, sedangkan tattwa dan susila belum sampai secara maksimal, jelasnya.
Hakikat Tumpek Landep dalam berbagai sumber pada dasarnya mengarah pada satu penjelasan yang sama yaitu landepin idep “mempertajam intelektual/mempertajam pikiran.
Seiring perkembangan zaman, terjadi perluasan praktik upacara keagamaan yang dulunya pada momen Tumpek Landep dipersembahkan upakara pada benda-benda tajam seperti keris, pisau, pedang dan alat-alat yang terbuat dari besi laiinya, kini berbagai hasil perkembangan teknologipun diupacarai seperti motor, mobil dan kendaraan laiinya.
Apa boleh mebanten dimotor, mobil dan kendaraan lain, Dewa siapa yang kita puja disana? Itulah pertanyaan yang mungkin muncul dibenak kita selama ini. Sejatinya sah-sah saja kalo kita menghaturkan upakara pada motor maupun mobil, sebab dalam konsep Hindu diyakini Tuhan berada dimana-mana wyapi wiyapaka nirwikara. Sarvam Kaluidam Brahman, segalanya adalah Tuhan. sehingga logika sederhanya Tuhan juga berada pada kendaraan tersebut. Yang berbahaya sesungguhnya adalah ketika pemahaman beragama kita berhenti pada Tumpek Landep hanya sebatas hari suci untuk mengupacarai motor dan mobi, itu yang keliru, Tegasnya.
Persembahyangan tetap dilaksanakan di merajan kemudian tirta tersbutlah yang dipercikan ke kendaraan tersebut, bukan melakukan pemujaan kepada motor maupun mobi.
Yang dipuja saat Tumpek Landep adalah Sang Hyang Siwa Pasupati, siapa Pasupati itu?. Dalam teks Siwa Purana menjelaskan 1000 gelar Dewa Siwa yang salah-satunya adalah Pasupati. Pasu artinya binatang, dan Pati artinya raja. Pasupati artinya raja binatang, maksudnya adalah ia yang mempu mengendalikan sifat-sifat kebinatangan itulah Pasupati. Kita memohon kepada Siwa Pasupati agar dalam kehidupan ini kita mampu mengendalikan sifat-sifat kebinatangan dalam diri. Tambahnya.
Ketika orang melakukan ritual pasupati, bukan sekedar membangkitkan energy, tetapi didalamya adalah agar benda-benda yang dipasupati atau orang yang memakai benda tersebut tidak diliputi oleh sifat-sifat kebinatangan.
Jika dirunut sesungguhnya dimulai dari Saraswati sebagai hari turunya ilmu pengetahuan, keesokan harinya Banyu Pinaruh, pengetahuan yang diturunkan dialirkan dalam diri, kemudian pengetahuan yang sudah mengalir itu dikukuhkan dalam diri melalui momen pagerwesi, dan pengetahuan yang sudah dikukuhkan tersebut digunakan untuk mempermudah kehidupan, sehingga dikatakan juga bahwa Tumpek Landep adalah hari teknologinya Hindu. Teknologi hasil dari pengetahuan inilah yang harus dimanfaatkan oleh manusia dalam mempermudah kehidupannya. Dan keesokan harinya adalah Pujawali Bhatara Guru, kita mengucapkan terima kasih kepada guru-guru kita memohon penyucian sehingga ilmu pengetahuan yang kita miliki parisudha, suci dan bermanfaat. Tutupnya.
Inilah hakikat Tumpek Landep, tidak serta merta hari untuk mengupacarai motor dan mobil, apalagi jika melihat sosial media saat ini, saat momen Tumpek Landep seolah-olah digunakan sebagai ajang memamerkan kekayaan tanpa memahami hakikat yang sesungguhnya.